Pemkab Jember Tetapkan Status Bencana
Rapat Pemkab Jember bahas Amblesnya Jembatan Jompo
JEMBER--(KIBLATRIAU.COM)-- Pemkab Jember menetapkan, kasus amblesnya jembatan Jompo sebagai bencana. Masa tanggap darurat ditetapkan selama 20 hari dan kemungkinan akan diperpanjang. Penetapan status bencana kasus itu ditetapkan dalam rapat bersama yang dipimpin Bupati dr Faida di Pendapa Wahyawibawagraha, rumah dinas bupati pada Senin (2/03/202) siang.Turut hadir dalam rapat tersebut yakni Dandim 0824 Jember, Letkol Inf La Ode Nurdin; Wakapolres Jember Kompol Wndy Saputra, perwakilan Pemprov; Kemen PUPR, jajaran Pemkab serta beberapa perwakilan pedagang yang menyewa ruko di kawasan Jompo.Pemkab Jember, menurut Faida sebenarnya sudah mengantisipasi ambrolnya jembatan di kawasan pusat bisnis Jember itu. Namun, Jembatan Jompo lebih dulu ambrol sebelum ditangani.
"Sebenarnya sudah kita rencanakan untuk di robohkan, sudah kita rapatkan tadi malam. Namun lebih dulu roboh," ujar Faida kepada para wartawan usai rapat bersama.Penetapan status bencana, menurut Faida, agar penanganan kasus ambrolnya Jembatan Jompo bisa lebih cepat. "Ruko ini di bangun sejak tahun 1976. Hari ini kita ambil langkah, bukan lagi langkah standar, tapi langkah kebencanaan. Dengan status bencana, maka tidak ada lagi yang dipermasalahkan, ini kewenangan yang mana," jelas Faida.
Dia mengakui bangunan Ruko tersebut merupakan milik Pemkab yang disewakan kepada para pedagang. Adapun sungai Kali Jompo yang mengalir di bawah dan samping ruko, merupakan milik atau tanggung jawab Pemprov Jawa Timur. Sementara jalan raya yang melintasinya, merupakan milik atau tanggung jawab pemerintah pusat. Dari informasi yang dihimpun, jangka waktu sewa ruko cukup lama, bisa mencapai 20 tahun.
Faida juga mengatakan bahwa Pemkab Jember pada 04 Oktober 2019 sudah menerima surat dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII-Kemen PUPR, terkait tindak lanjut penanganan retakan di Jembatan Jompo."Memang kita dapat informasi demikian. Sudah kita ambil langkah, untuk merobohkan pada 2020," jawab Faida.
Dari salinan dokumen surat yang diterima Merdeka.com, dalam surat tersebut BBPJN VIII "menegur" Pemkab Jember agar segera menjalankan tindak lanjut rencana penanganan Jalan Sultan Agung dan Jembatan Kali Jompo.Dalam surat tersebut tertulis, Pemkab diwajibkan untuk segera melakukan pembongkaran ruko. Sosialisasi dan pembongkaran, direncanakan berlangsung pada bulan Oktober dan November 2019, yang merupakan tanggung jawab Pemkab Jember.
Kemudian dilanjutkan dengan penyiapan desain yang menjadi tanggung jawab BPJN VIII (pemerintah pusat) dan ditarget terlaksana selama bulan Desember 2019. Tahapan selanjutnya, yakni tender hingga pelaksaan yang berlangsung sejak Januari 2020 hingga selesai, merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan provinsi. Saat dikonfirmasi hal tersebut, Faida berkilah bahwa perobohan sudah direncakan Pemkab Jember dilakukan pada 2020. Perobohan terkendala karena ada pedagang yang mengklaim sudah membeli ruko. Dengan penetapan status bencana, relokasi bisa dilakukan meski ada pedagang yang mengklaim sudah membeli ruko.
"Kita sudah anggarkan, tapi terkendala sikap pedagang yang merasa sudah membeli dan memiliki ruko tersebut. Nah dengan status bencana ini, maka polemik itu menjadi tidak penting," jawab Faida.Dalam pelaksanaan masa tanggap darurat, Pemkab Jember terlebih dahulu akan melakukan evakuasi sisa puing-puing bangunan yang ambrol. Selanjutnya, Pemkab Jember juga akan merobohkan sisa bangunan yang tersisa. "Total ada 31 ruko yang ada di sana. Yang sudah ambrol 10 unit. Maka 20 sisanya akan kita robohkan," jelas Faida.Dalam tahap perobohan tersebut, Pemkab Jember akan berhati-hati.
"Tidak mudah. Dengan crane (alat berat) yang ada, kita harus pakai teknik khusus untuk merobohkan bangunan," jelas Faida.Sebab, jika tidak berhati-hati, dikhawatirkan perobohan bangunan akan membawa dampak lain. Seperti amblesnya jalan yang ditempati oleh crane.Pantauan Merdeka.com, di lokasi sejak pagi sudah bekerja beberapa alat berat. Selain itu juga sudah disiagakan beberapa mobil dari berbagai instansi, mulai dari BPBD hingga PDAM Jember. Titik robohnya bangunan diketahui menjadi jalur saluran air utama PDAM dengan total sekitar 3 ribu jaringan pelanggan.(Net/Hen)